Minggu, 26 Agustus 2012

Resurrection of butterfly


“Just when the caterpillar thought the world was over, it became a butterfly.”

Menulis adalah bukan tentang pikiran orang lain yang kita suka atau tentang perkataan orang yang kita benci. Menulis juga bukan suatu usaha keras yang harus kita paksakan agar orang lain bisa menikmatinya tetapi menulis  adalah suatu tarikan nafas yang dapat melegakan jiwa, mendamaikan suasana hati dan pikiran sang peramu tintanya.

Dibalik keringnya dedaunan yang mulai membusuk aku tersadar dan bertanya pada diriku sendiri. Untuk apa semua ini harus ditulis ? Kenapa semua terasa berat ketika kita harus kembali memulai setelah ada yang merusaknya? Dan kenapa aku harus membangunnya kembali? 

Cinta dan perasaan yang dicampurkan kedalam tinta akan terlihat bersinar dan memiliki perasaan dari pada dia yang tidak memasukan emosi didalamnya. Karenanya mengapa aku harus takut ?

Harapan, motivasi, emosi, visi misi ku semuanya menyatu dalam tinta yang hitam ini, karena aku percaya seperti apa yang telah kau percayakan kepada ku.

Di alam sana

Aku memperhatikan ulat hijau gemuk menjijikan di balik daun rapuh berlubang depan pekarangan rumah almarhum kakekku. Dia begitu rakus hingga hampir memakan seluruh dedunan yang ada di ranting tempat dia berpijak. Dia tidak sendiri, dia selalu bersama teman sahabat atau mungkin keluarganya aku tak tau. Tapi satu hal, dia tetaplah sama menggelikannya dengan yang lainnya.

“Ulat sang hama” julukan yang disematkan padanya mengantarnya pada kotornya tanah merah setelah rantingnya yang  memang lebih rendah dari  ranting lainnya itu dipangkas hingga berjatuhan dari pohonnya,  akhirnya ulat ulat hijau gemuk itu berakhir menjadi vitamin dan makanan penutup yang lezat bagi ayam ayam kampung jagoan disana. Ulat hijau itu mati.

Di ranting yang lebih tinggi masyarakat ulat itu menjelma bertransformasi menjadi sekeping kepompong yang unik. Berselimutkan daun dan benang putih asli produksinya sendiri , dia boleh bernafas lega karena memang tidak ada yang peduli terhadapnya. Kepompong itu dikucilkan.

Namun semua berasa lebih ramai, semua lebih memperhatikan dan semua menjadi lebih peduli setelah kepompong yang terkucilkan itu berevolusi menjadi kupu kupu biru cantik seperti safir yang berterbangan mengitari  mentari pagi dan berhenti dibunga yang basah oleh cantiknya tetesan embun.  Dia sangat terlihat elegan.

Untuk saat ini aku memang adalah ulat hijau gemuk menjijikan yang bisa berjatuhan dan mati dimakan hinaan orang yang dengki, tapi tak apa, karena manusia akan terus berlari dan berusaha untuk loncat sekeras kerasnya menuju cabang puncak paling tinggi.

Aku tak akan dan tak boleh menyesal atas apa yang telah ku lakukan, dan tanggung jawab yang telah disematkan harus diamanatkan kembali kepada yang berhak.

Keegoisan menutup mataku dengan tebal tentang arti penting suatu harapan dan pertolongan. Selama masih ada orang, tak ada alasan untuk tetap melingkar dada kepada orang lain. 

Never knowing what comes of life ..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gimana tanggapan mu ?, Kasih tau dan komen disini yaa :D

Baca doang ga kasih komen ? Ga gaul cuy !