Rabu, 07 September 2011

Siapa Aku ?

Ada saatnya kita tidak mengetahui diri sendiri, bahkan tidak mengakui dan menyesal bahwa kita ada dan mengapa kita harus ada. Sehingga timbul jutaan pertanyaan kosong yang mengerucut pada satu tanya " siapakah kamu sebenarnya? ".

Saya percaya, saya bukanlah yang mengetahui diri saya yang sebenar-benarnya karena tentu orang lain yang lebih mengenal diri kita sendiri, baik itu orang tua, adik, kakak, pacar, atau pun teman.
Semoga saya tidak mengidap DID atau Dissociative identity disorder yang membuat saya mempunyai banyak kepribadian tanpa saya sadari. 

Tengah malam begini saya mengetik dan memposting tentang emosi saya seperti kebanyakan alasan mengapa saya membuat blog dan menulis, ya! mencurahkan emosi. Saya akui entah mengapa dua tahun kebelakang membuat diri saya menjadi seorang yang skeptis dan asosial, sangat malas untuk berhubungan dengan manusia lain, dan hanya menghabiskan waktu berjam-jam didepan laptop, tugas, novel yang sudah sekian kali saya baca, jalan, tempat sepi sampai kuburan. Ada banyak perasaan takut ketika saya harus berada di keramaian. Apakah saya gila?

Entah sebenarnya apa yang menyebabkan saya menjadi pribadi yang menyebalkan untuk diri sendiri (*sama diri sendiri aja nyebelin! gimana orang lain?). Saya merasa menjadi orang yang bodoh dan tak pantas hidup. Tidak ada lagi guratan senyum yang dulu sering menghiasi wajah, yang ada kulit terkorosi sehingga kaku dan berkarat. 

Saya benci menjadi seperti ini, ingin rasanya menghilang dan pergi ke tempat terpencil di ujung Indonesia yang sangat luas, kemudian beganti identitas dan menjadi pribadi yang baru.  Lari dari kenyataan hidup yang terasa berat, apalagi tidak ada yang membantu dan  menyokong.


Pernah saya berlari dan diam dikeramaian, namun yang ada semua tetap kosong, hampa dan senyap. Apa yang harus saya lakukan?

Menelan obat sangat tidak enak, namun itu adalah suatu keharusan bagi seorang yang sakit. Tapi apakah itu hanya satu satunya pilihan bagi sang pasien ? jika pasien tidak mau, maka paramedis layak untuk mencarikan terapi lain bukan?

Begitupula saya, yang sudah teramat sakit dengan borok yang mengangga. Saya sendiri sudah terlalu pusing untuk berfikir, apa saya perlu pergi ke psikiater? Datang bagai orang pesakitan yang terganggu otaknya?. Oh ya tentu mungkin saja saya gila!. 
Hidup memang keras, namun saya akan berjuang semampu saya. Mungkin ada banyak cobaan yang datang, dan dengan bantuan Allah akan saya patahkan.


Sebenarnya yang saya benci adalah mata mata itu,!. Mata mata yang menatap tajam, sinis, dan menghina. Namun anda tidak akan bisa mengalahkan saya, karena saya akan berhasil mengalahkan anda, walaupun dengan sejumput garam dan asam.

Terasa berat jika kita menghadapi masalah kita sendirian, tidak ada teman untuk berbagi, bercerita dan benar-benar mau mengerti tentang keadaan kita. Mohon maaf, yang sebenarnya adalah kita tidak pernah meminta anda untuk mengerti karena manusia tidak akan pernah benar-benar mengerti perasaan orang lain. Namun mendengarkan, dan menatap langsung mata sudah cukup membuat kami mengerti bahwa anda meraba rasakan jiwa kami.


Apakah saya tidak punya teman? Tidak! Teman saya sangat banyak! Namun saya sendiri tidak mengerti mengapa saya kesepian. Bahkan keluargapun tidak bisa mengisinya. Karena keluarga saya hanya bisa menuntut dan meminta !. Bukan salah saya jika saya adalah anak pertama!, Jangan salahkan saya jika saya marah karena dibanding-bandingkan, bahkan jangan salahkan saya jika saya harus malas belajar untuk menggapai masa depan sukses versi anda sendiri !!.

Manusia marah hanya karena merasa tidak dihargai orang lain, berasa tidak dianggap sehingga dikucilkan. Mungkin itu pula yang menyebabkan saya menyukai sepi dan kesendirian. Terkadang saya masih berharap adanya keajaiban menunggu orang yang benar-benar mau mendengarkan jeritan saya ini. Bukan menasehati seakan dirinya adalah Tuhan yang Maha benar!.


Terjatuh memang kadang diperlukan oleh setiap orang bahkan harus. Karena itu membuat kita menyadari, Siapa kita ?!.

Kesepian dan kesunyian memang kadang menjadi coklat yang manis yang kita rindukan, namun terlalu banyak makan coklat kadang membuat kita bosan. 

Saya rindu kalian semua kawan :(

Kamis, 01 September 2011

Pesona Sesungguhnya Cinta karena Tuhan

MD Picture


Percayalah, jika kau tidak punya siapa-siapa lagi selain Allah, Allah saja sudah lebih dari cukup ( Buya Hamka )

Lebaran kali terasa sangat berbeda, saya tidak mudik ke kampung sang bunda Solo, melainkan ber"lebaran" di kota ayahanda, Bekasi alias Jakarta.  Keluarga besar ayah kami memang sudah sangat merindukan kami karena sudah tiga tahun lamanya kami tidak kumpul bersama di hari satu tahunan ini.

Saya pribadi sudah sangat bersemangat untuk bertemu dengan sepupu sepupu saya yang jarang dapat berkumpul di hari biasa. Singkat cerita, seperti kebiasaan kami di tahun lalu para anak muda pergi jalan-jalan setelah seharian berkeliling rumah ke rumah. Tujuan kami kali adalah bioskop, yup! Nonton bareng di bioskop untuk pertama kalinya.

Dua hari sebelumnya saya sendiri habis nonton sebuah film yang terlihat klasik dan menarik bersama sahabat sahabat saya yang juga sangat jarang sekali bisa kumpul karena beda kota, mengagendakan diri  buka bersama kami menonton film itu. Film yang diadaptasi dari novel ulama besar terkenal dari Padang " Haji Abdul Malik Karim Amrullah " atau yang akrab di sapa Buya Hamka, singkatan dari nama beliau sendiri. Novelnya sendiri berjudul " Dibalik Lindungan Ka'bah". Film yang berjudul sama dengan novelnya ini merupakan film daur ulang yang dulu juga pernah dibuat pada tahun 80'an. 
Buya Hamka
Tidak sulit untuk memahami film ini bagi kami, karena film ini sendiri merupakan bagian dari jiwa dan hidup kami dulu ketika masih di pondok. Apa yang kami lakukan juga persis sama seperti itu. Bahkan ketika saat jatuh cinta!. 


Karena kedahsyatan, dan dalamnya pesan nasehat yang tertuang, saya pun ikhlas untuk menonton film ini kembali bersama sepupu sepupu saya, berharap mereka dapat mengambil hikmah yang sangat sangat berharga dari film ini. 


Film yang berlatar utama di Padang pada tahun 1920'an ini sangat menyayat hati, saya tidak akan menceritakan bagaimana jalan cerita film ini, melainkan apa yang bisa saya tangkap dari film ini. 

Berkisah tentang seorang anak yatim yang telah lama di tinggal sang ayah, anak laki-laki yang menggantungkan diri pada Tuhannya, sholeh, taat agama, cerdas, dan sangat cinta patuh pada ibunya. "Hamid" ia dibesarkan oleh majikan ibunya yang baik hati mau menyekolahkannya hingga ke thawalib.  Kecerdasannya dibuktikan dengan terpilihnya ia sebagai salah satu dari tiga orang yang lulus dan dapat diterima masuk ke thawalib.

Cerita di mulai dengan jatuh cintanya Hamid kepada Zaenab, anak "engku Ja'far" sang majikan. Begitupun Zaenab, ia bahagia dan cinta terhadap Hamid. 



Hari hari menjadi indah dan berwarna dihiasi oleh tawa dan keceriaan mereka, mabuk cinta dan bahagia karenanya. Namun ini hanyalah pintu masuk yang menyeretnya masuk kedalam masalah yang lebih besar. 


Sang bunda mengetahui jika anaknya jatuh cinta kepada putri tuannya sehingga ia menasehati anaknya dengan perumaan yang indah, bukti cinta dan kekhawatiran khas ibu " Emas takkan setara dengan loyang, dan Sutra takkan sebanding dengan benang. ". Ibunda hamid khawatir dengan persasaan yang ada pada anaknya, hal ini dikarenakan status mereka yang berbeda, terlebih sang ibu sudah sangat bersyukur ia dapat lama bekerja di keluara engku Ja'far dan juga telah menyekolahkan anaknya, " itu sudah lebih dari cukup ". 


Ketulusan, keikhlasan dan kesholehan Hamid pada sang ibu dibuktikan dengan jawaban yang diberikan saat ibunya ragu dan merasa sedih ketika ia merasa bahwa semua kecerdasan, kesholehannya hanya sedikit peran yang ia turunkan kepada Hamid, dengan berkata " Janganlah liat dari apa yang tampak, apa yang tampak berasal dari apa yang tak tampak", " Anugrah terbesar yang Allah berikan adalah cinta ibu... " Subhanallah!. 



Konflik dimulai ketika Hamid dan para pemuda mengikuti lomba debat dan di saksikan semua warga kampung, namun tidak Zaenab karena diberikan tugas untuk menyelesaikan pembukuan oleh sang ayah. Dengan sekuat tenaga Zaenab cepat cepat menyelesaikan hitungan tersebut dan buru-buru pergi ke surau dengan Rosma, sahabatnya. Dengan kecepatan maksimal digoesnya sepeda mereka, namun malang karena saking cepatnya sepeda Zaenab tidak bisa dikendalikan dan terjatuh ke sungai, ia tenggelam. 


Rosma hanya bisa berteriak histeris meminta tolong sehingga semua warga yang ada disurau mendengarnya dan bergerak menolongnya, dengan sigap Hamid yang baru saja selesai beretorika  mengutarakan definisi Wanita ikut mengikuti panggilan. Hamid pun terjun ke sungai dan menolong ketika tahu siapa yang tenggelam.

Setelah dibawa dan diangkat ke darat, ternyata Zaenab sudah tidak bernapas. Hamid dengan segenap kekuatannya mencoba melakukan pernapasan buatan, alhamdulillah cukup dengan dua kali napas buatan Zaenab pun batuk dan tersadar. Sang putri dibawa pulang, namun yang tersisa hanya tatapan sinis dan jijik warga kampung kepada Hamid. Karena ketidak tahuan mereka menganggap itu salah dan sesuatu yang tabu.



Ketegaran Hamid terlihat ketika ia ikhlas untuk mendengarkan dan mau menjalankan hukum adat demi tegaknya agama di kampungnya. Sebagai tertuduh dan terfitnah ia terpaksa harus diusir dari kampung, meninggalkan ibunya yang sudah tua dan sakit itu sendirian.

Ada yang menarik bagi saya tentang kasih saya ibu kepada anaknya, ketika semua orang mengusir anaknya, bahkan ada yang meludahi anaknya, dengan sabar dan penuh kasih sayang, tangan tua ibunya sendiri membersihkan wajah anaknya dari ludah yang menghinakan.
 

Sakit dan perih karena terkucilkan, diabaikan, diusir dari kampung yang telah membesarkannya terlebih meninggalkan bunda yang sakit dirumah tetap tidak meluluhkan ketegaran Hamid. Semua karena nasehat ibunya, "Percayalah, jika kau tidak punya siapa-siapa lagi selain Allah, Allah saja sudah lebih dari cukup".

Tetap sabar, terus bertawakal kepada Allah dan hanya kepada Dia menggantungkan semua kesedihan, akhirnya Hamid tiba di stasiun dan bekerja disana sebagai kuli panggul. Suatu ketika disaat bekerja, Hamid melihat engku Ja'far, orang yang sudah dianggap ayahnya sendiri, berangkat ke tanah suci dan harus menggunakan kereta agar sampai ke Medan dan meneruskan perjalanan dengan kapal laut berlayar menuju Pelabuhan Jeddah. Tanpa bisa pamit dan hanya bisa melihat dari kejauhan, hamid menahan perasaan dan kesedihnya kemudian kembali berkerja.

Setelah sekian lama, datanglah dua orang pemberi kabar berseragam coklat ke rumah engku Ja'far
dan memberikan kabar duka kepada ibunda Zaenab, bahwasanya kapal terakhir yang ditumpangi jama'ah haji terbakar dan tenggelam tanpa menyisakan satu orangpun yang selamat.  Begitupula Hamid, ia menanyakan kebenaran berita tersebut dan terpaksa menelan kembali dan menambahkan pil pahit penderitaan dengan meninggalnya engku Ja'far. 


Hal tersedih yang paling mengena dalam hati saya adalah ketika Hamid di panggil pulang oleh Shaleh, sahabatnya karena sang bunda sakit. Hamid pun lekas berangkat dan menuju rumah engku Ja'far menjemput sang ibu. Hamid meminjam kereta kuda dan berkehendak membawa sang ibu berobat, namun tak disangka sang ibu meninggal, beliau meninggal di peukan Hamid, setelah memberikan nasehat terakhir, dan perhiasaan emas hasil jerih payahnya bertahun tahun bekerja kepada engku Ja'far. 

Mohon maaf selebihnya saya tidak bisa menjelaskan ceritanya lebih detail, hati saya terlalu sakit karena menahan haru dan kesedihan.

Saya sangat sangat merekomendasikan film ini!. Film ini sarat makna dan mengajarkan pendidikan budi pekerti yang sudah jarang kita temui. Film yang meraba rasakan kasih saya orang tua dan agamanya. Percayalah, anda akan dapat mengambil pelajaran yang sangat berharga.



Cinta itu berasal dari Allah, Dia yang menumbuhkan, Dia yang menghadirkan, namun semua tergantung padamu bagaimana dia di letakkan. Kembalikanlah kepada yang menciptakannya niscaya kau kan bahagia :)
Baca doang ga kasih komen ? Ga gaul cuy !